Wakil Ketua Harian Dewan Masjid Indonesia Kiai Masdar
Farid Masudi berharap pengeras suara luar masjid hanya digunakan saat
azan. Tidak perlu dipakai untuk ceramah apalagi berisi sindiran dan
menyulut kemarahan.
Menurut Masdar, pemakaian pengeras suara
masjid juga mencerminkan sikap dan perilaku umat Islam. “Orang akan
melihat orang Islam dari perilaku dimunculkan, mulia akhlaknya, memahami
orang lain, santun," katanya. "Justru itulah syiar sejati. Intinya
akhlak, bukan suara keras dan menggertak."
Berikut penjelasan Masdar saat dihubungi Islahuddin dari merdeka.com melalui telepon selulernya Rabu lalu.
Bagaimana kalau pengaturan pengeras suara masjid itu dianggap menghalangi syiar Islam?
Ini
bukan masalah syiar. Ini masalah mengganggu orang di sekitar masjid.
Kita juga harus menghormati tetangga. Itu ditekankan oleh nabi. Tetangga
itu bisa orang yang tidak bisa ke masjid. Tidak bisa ke masjid karena
memang ada halangan atau bukan Islam.
Itu harus tetap dihormati,
tidak boleh diganggu, apalagi dengan suara-suara bernada sindiran dan
kecaman kepada orang tidak sepaham. Itu tidak bagus. Tidak ada agama
lain menggunakan pengeras suara luar dalam menyampaikan ceramah tentang
agamanya.
Bukankah konteks pengaturan volume suara pengajian dalam masjid ini untuk wilayah heterogen penduduknya?
Iya,
di kampung jarang menggunakan pengeras suara luar apalagi dengan
ceramah berapi-api. Orangnya juga homogen. Kadang walau homogen, di
sekitar masjid ada yang lagi sakit dan tidak bisa diganggu. Kita orang
Islam harus lebih tahu akan hak tetangga.
Apakah aturan ini akan berbentuk fatwa atau anjuran saja?
Tidak
perlu pakai fatwa, pakai akal sehat saja sudah selesai. Cukup gunakan
saja ayat, hendaklah kamu berpikir. Berpikir sederhana dengan ayat itu
sudah kesampaian maksudnya. Kalau sulit dalam pelaksanaannya, pesan ini
harus tetap disampaikan.
Apakah Anda pernah mendengar suara pengajian membuat Anda begitu terganggu?
Tidak
hanya saya. Sekarang ceramah menyindir kanan kiri dengan orang tidak
sepaham dengan dirinya sudah sering dan banyak terdengar sekarang.
Kalau
masalah isi ceramah mengecam dan menyulut kebencian, kenapa tidak
ditekankan pada isi ceramah, tapi malah pada penggunaan pengeras
suaranya?
Memang suara itu sendiri masalah juga. Tidak
semua orang mendengar ceramah dari masjid itu siap menggunakan
telinganya untuk mendengarkan. Memang tidak dipaksa, tapi mereka tetap
mendengar kan? Itu memperkosa telinga orang.
Berarti nanti ada aturan detail akan hal itu?
Sederhana
saja, tidak usah ribet gitu. Pengeras itu bisa dipakai untuk orang ada
di dalam masjid. Untuk membantu orang di dalam masjid berkepentingan
mendengar agar lebih jelas. Kalau tanpa pengeras suara dan sudah
terdengar oleh jamaah, kenapa harus pakai. Itu alat bantu untuk
mendengar dan ingin mendengar jangan terus mengagresi telinga orang
tidak mau mendengarkan itu.
Berati jangan sampai niat dan usulan ini dianggap sebagai bentuk meminimalisir ruang syiar Islam?
Syiar
Islam paling baik itu adalah perilaku. Perilaku lebih substantif
sebagai syiar Islam, bukan suara keras. Perilaku saleh, menghormati
sesama. Orang akan melihat orang Islam dari perilaku, mulia akhlaknya,
memahami orang lain, santun. Itu menarik sekali, justru itulah syiar
sejati. Intinya akhlak, bukan suara keras dan menggertak.
Sumber: Merdeka.com