Kisah pemulung Mak Yati yang menyumbang 2 kambing
sangat menyentuh. Orang-orang macam Mak Yati bisa tersebar di mana saja
di sekitar kita. Mereka tangan-tangan yang memberi, tak mengharap
balas, dan mungkin saja luput dari perhatian. Berikut kisah-kisah orang
miskin harta namun kaya hati ini.
Riset pernah dilakukan
McClatchy Newspaper pada tahun 2009 terhadap hubungan tingkat kekayaan
dan persentase donasi terhadap data tahun 2007. Penelitian itu membagi
warga AS ke dalam 5 tingkat pendapatan, dari yang terendah hingga
tertinggi. Nah, kelima tingkat pendapatan ini kemudian dipersentasekan
tingkat donasinya alias amalnya.
Hasilnya, warga AS yang
berpendapatan terendah memiliki persentase donasi yang tertinggi. Dan
sebaliknya, warga AS yang berpendapatan tertinggi persentase donasinya
paling rendah. Kesimpulan penelitian ini mencengangkan: semakin miskin
seseorang, semakin dermawan mereka.
1. Thomas Cannon
Thomas Cannon sebenarnya kurang
tepat disebut miskin karena dia bekerja di US Postal Service (semacam PT
Pos Indonesia, red) dengan gaji tak lebih dari US$ 20 ribu alias Rp 200
juta per tahun, jumlah yang termasuk kecil di Richmond, AS sejak tahun
1972. Namun sejak itu Thomas mendonasikan sebagian gajinya untuk
mendukung tenaga sukarelawan di sekolah.
Kendati Thomas harus
menghidupi 2 anak laki-laki dan istrinya, itu tak menghalangi Thomas
untuk berderma. Thomas mencari orang-orang yang membutuhkan bantuan dari
harian lokal Times-Dispatch di Richmond, Virginia, AS.
Setelah
pensiun tahun 1983, Thomas dan istri menghabiskan hidupnya dalam
kesederhanaan, agar penghasilan pensiunnya bisa didermakan.
"Kami
hidup sederhana, jadi kami bisa menyisihkan uang untuk didermakan.
Orang-orang mengatakan bagaimana Anda bisa hidup dengan itu. Well,
bagaimana dengan orang-orang yang bisa membeli mobil dan kapal? Daripada
begitu, kami tetap menjaga standar hidup kami di bawah rata-rata. Saya
mendapatkan uang dari tempat yang sama di mana orang-orang mendapatkan
uang untuk hal-hal lain," kata Thomas.
Setelah itu, Thomas
didiagnosa menderita kanker usus besar. Namun dia tidak menyerah dan
malah mengisi hari-harinya dengan mengajar di suatu komunitas di
Richmond, bagaimana menghadapi kematian tanpa takut.
"Manusia
ini secara konstan akan pergi dengan mati, serta datang dengan
kelahiran. Ini fenomena alam yang sudah ada sejak awal penciptaan. Ini
hanya pergeseran menjadi dan kesadaran dari satu dimensi ke eksistensi
yang lain," kata Thomas yang akhirnya wafat pada usia 79 tahun pada 4
Juli 2005.
2. Daw Duo Chi
Daw Duo Chi, nenek berusia 76 tahun, korban Topan Nargis di Myanmar cepat mengambil tabungan bambuny.
"Rumah
saya hancur karena topan, dan saya akan tinggal di rumah anak atau
saudara saya. Saya hanya punya 100 Kyat (sekitar US$ 30 atau Rp 300
ribu)," kata Daw.
Dia mendonasikan uang tersisa yang
dimilikinya, yang tak banyak itu, untuk membantu orang lain. Daw
kemudian sangat senang setelah menyumbang, dia bernyanyi dan menari
setelah itu. Dan mempengaruhi orang-orang lain untuk melakukan hal yang
sama, demikian seperti dilansir dari tw.tzuchi.org
3. Aiam Chabhiranon
Seorang pria difabel dengan
kesulitan berjalan dan memakai tongkat berusia 61 tahun, Aiam
Chabhiranon. Aiam diketahui hidup sebatang kara.
Dengan kondisi
difabelnya seperti itu, tak banyak yang bisa dia lakukan. Dia
menghabiskan waktu dari pagi hingga petang mengemis di jalanan Wat Rai
Khing, di kawasan kuil Nakhon Pathom, Distrik Sam Phran, 56 km dari
Bangkok Thailand.
Pada 9 April 2011 lalu, ada kejadian
menghebohkan ada seorang pengemis tak dikenal menyumbang 400.042 Baht
alias Rp 125 juta ke kuil itu agar para jamaah kuil bisa membeli bunga
teratai. Diketahui kemudian pengemis itu adalah Aiam.
Aiam sudah
mengemis di dekat kuil itu selama 35 tahun. Di dekat kuil itu, Aiam
meletakkan kotak besi kecilnya untuk mengumpulkan uang, dengan kantong
plastik besar untuk menyimpan uangnya.
"Saya memberikan semuanya pada para biksu," kata Aiam seperti dilansir Bangkok Post, 5 Mei 2011 lalu.
Kuil
itu sendiri selama ini melarang para pengemis untuk mangkal di tempat
sekitarnya, tapi pengecualian buat Aiam, selama dia tidak mengganggu
orang lain.
Porntep Patthawee (40), seorang yang telah bekerja di
kawasan Wat Rai Khing selama 3 tahun mengatakan, Aiam yang difabel dan
rendah hati itu mengundang simpati orang-orang yang melihatnya.
"Paman Aiam tidak meminta uang, dia hanya duduk di sana dan diam," kata Porntep.
Porntep
tak tahu benar sejak kapan Aiam mendonasikan hasil mengemisnya itu. Dia
ingat, pertama-tama Aiam memberikan ribuan Baht, kemudian puluhan ribu
Baht dan hingga ratusan ribu Baht bila dijumlahkan dalam setahun.
4. Xu Chao
Seorang pengemis gelandangan, Xu Chao (60), mendonasikan hasil mengemisnya untuk menolong korban gempa Sichuan.
Pertama
Xu yang berbaju gembel ini menyumbang 5 Yuan (Rp 7.694) di pagi hari,
kemudian di sore harinya dia memasukkan lagi 100 Yuan (Rp 153.884)
sambil bergumam, "Untuk korban di kawasan bencana".
Aksi dermawan Xu ini kontan mengundang perhatian luas di kawasan Nanjing, Provinsi Jiangsu. Media lantas mengangkat sosoknya.
Tak
cuma Xu, dalam waktu yang sama, di Provinsi Hunan, perempuan tua
penyemir sepatu yang tak diketahui namanya di wilayah Shuangfeng
mendonasikan 182 Yuan (Rp 280.069), seluruh penghasilannya hari itu.
"Ini
bukan pertama kalinya saya melihat perempuan itu memberikan uangnya di
kotak amal. Saya tidak tahu pasti, tapi sedikitnya dia melakukan itu 10
kali," kata pejabat Departemen Sosial lokal, Wang Yang, seperti dilansir
english.china.com pada 22 Mei 2008 lalu.
Perempuan itu
memberikan 60 Yuan di pagi hari, kemudian dia bekerja lagi menyemir
sepatu yang sepasangnya dihargai 1 atau 2 Yuan. Setiap dia mengumpulkan
20 Yuan, dia memasukkan uang itu ke kotak amal, setelah itu bekerja
lagi.
Nah, orang-orang macam ini, yang tak terpublikasi, masih banyak di dunia, lihat sekitar kita... Subhannallah...
Sumber: Detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.